Minggu, 27 Maret 2011

IBD ( ILMU BUDAYA DASAR ) - TULISAN UMUM

NAMA : HERRY ADITAMA
NPM : 19110273
KELAS : 1 KA 31

TULISAN UMUM


Taufik Ismail


Biografi

Taufiq Ismail lahir di Bukittinggi, 25 Juni 1935. Masa kanak-kanak sebelum sekolah dilalui di Pekalongan. Ia pertama masuk sekolah rakyat di Solo. Selanjutnya, ia berpindah ke Semarang, Salatiga, dan menamatkan sekolah rakyat di Yogya. Ia masuk SMP di Bukittinggi, SMA di Bogor, dan kembali ke Pekalongan. Pada tahun 1956--1957 ia memenangkan beasiswa American Field Service Interntional School guna mengikuti Whitefish Bay High School di Milwaukee, Wisconsin, AS, angkatan pertama dari Indonesia.

Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan, Universitas Indonesia (sekarang IPB), dan tamat pada tahun1963. Pada tahun 1971--1972 dan 1991--1992 ia mengikuti International Writing Program, University of Iowa, Iowa City, Amerika Serikat. Ia juga belajar pada Faculty of Languange and Literature, American University in Cairo, Mesir, pada tahun 1993. Karena pecah Perang Teluk, Taufiq pulang ke Indonesia sebelum selesai studi bahasanya.

Semasa mahasiswa Taufiq Ismail aktif dalam berbagai kegiatan. Tercatat, ia pernah menjadi Ketua Senat Mahasiswa FKHP UI (1960--1961) dan Wakil Ketua Dewan Mahasiswa (1960--1962).
Ia pernah mengajar sebagai guru bahasa di SMA Regina Pacis, Bogor (1963-1965), guru Ilmu Pengantar Peternakan di Pesantren Darul Fallah, Ciampea (1962), dan asisten dosen Manajemen Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Indonesia Bogor dan IPB (1961-1964). Karena menandatangani Manifes Kebudayaan, yang dinyatakan terlarang oleh Presiden Soekarno, ia batal dikirim untuk studi lanjutan ke Universitas Kentucky dan Florida. Ia kemudian dipecat sebagai pegawai negeri pada tahun 1964.

Taufiq menjadi kolumnis Harian KAMI pada tahun 1966-1970. Kemudian, Taufiq bersama Mochtar Lubis, P.K. Oyong, Zaini, dan Arief Budiman mendirikan Yayasan Indonesia, yang kemudian juga melahirkan majalah sastra Horison (1966). Sampai sekarang ini ia memimpin majalah itu.

Taufiq merupakan salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Taman Ismail Marzuki (TIM), dan Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta (LPKJ) (1968). Di ketiga lembaga itu Taufiq mendapat berbagai tugas, yaitu Sekretaris Pelaksana DKJ, Pj. Direktur TIM, dan Rektor LPKJ (1968--1978). Setelah berhenti dari tugas itu, Taufiq bekerja di perusahaan swasta, sebagai Manajer Hubungan Luar PT Unilever Indonesia (1978-1990).

Pada tahun 1993 Taufiq diundang menjadi pengarang tamu di Dewan Bahasa dan Pustaka, Kuala Lumpur, Malaysia.
Sebagai penyair, Taufiq telah membacakan puisinya di berbagai tempat, baik di luar negeri maupun di dalam negeri. Dalam setiap peristiwa yang bersejarah di Indonesia Taufiq selalu tampil dengan membacakan puisi-puisinya, seperti jatuhnya Rezim Soeharto, peristiwa Trisakti, dan peristiwa Pengeboman Bali.

Hasil karya:

1. Tirani, Birpen KAMI Pusat (1966)
2. Benteng, Litera ( 1966)
3. Buku Tamu Musium Perjuangan, Dewan Kesenian Jakarta (buklet baca puisi) (1972)
4. Sajak Ladang Jagung, Pustaka Jaya (1974)
5. Kenalkan, Saya Hewan (sajak anak-anak), Aries Lima (1976)
6. Puisi-puisi Langit, Yayasan Ananda (buklet baca puisi) (1990)
7. Tirani dan Benteng, Yayasan Ananda (cetak ulang gabungan) (1993)
8. Prahara Budaya (bersama D.S. Moeljanto), Mizan (1995)
9. Ketika Kata Ketika Warna (editor bersama Sutardji Calzoum Bachri, Hamid Jabbar, Amri Yahya, dan Agus Dermawan, antologi puisi 50 penyair dan repoduksi lukisan 50 pelukis, dua bahasa, memperingati ulangtahun ke-50 RI), Yayasan Ananda (1995)
10. Seulawah — Antologi Sastra Aceh (editor bersama L.K. Ara dan Hasyim K.S.), Yayasan Nusantara bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Khusus Istimewa Aceh (1995)
11. Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia, Yayasan Ananda (1998)
12. Dari Fansuri ke Handayani (editor bersama Hamid Jabbar, Herry Dim, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2001), Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2001)
13. Horison Sastra Indonesia, empat jilid meliputi Kitab Puisi (1), Kitab Cerita Pendek (2), Kitab Nukilan Novel (3), dan Kitab Drama (4) (editor bersama Hamid Jabbar, Agus R. Sarjono, Joni Ariadinata, Herry Dim, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, dan Moh. Wan Anwar, antologi sastra Indonesia dalam program SBSB 2000-2001, Horison-Kakilangit-Ford Foundation (2002)

Karya terjemahan:
1. Banjour Tristesse (terjemahan novel karya Francoise Sagan, 1960)
2. Cerita tentang Atom (terjemahan karya Mau Freeman, 1962)
3. Membangun Kembali Pikiran Agama dalam Islam (dari buku The Reconstruction of Religious Thought in Islam, M. Iqbal (bersama Ali Audah dan Goenawan Mohamad), Tintamas (1964)

Atas kerja sama dengan musisi sejak 1974, terutama dengan Himpunan Musik Bimbo (Hardjakusumah bersaudara), Chrisye, Ian Antono, dan Ucok Harahap, Taufiq telah menghasilkan sebanyak 75 lagu.

Ia pernah mewakili Indonesia baca puisi dan festival sastra di 24 kota di Asia, Amerika, Australia, Eropa, dan Afrika sejak 1970. Puisinya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, Inggris, Prancis, Jerman, Rusia, dan Cina.

Kegiatan kemasyarakatan yang dilakukannnya, antara lain menjadi pengurus perpustakaan PII, Pekalongan (1954-56), bersama S.N. Ratmana merangkap sekretaris PII Cabang Pekalongan, Ketua Lembaga Kesenian Alam Minangkabau (1984-86), Pendiri Badan Pembina Yayasan Bina Antarbudaya (1985) dan kini menjadi ketuanya, serta bekerja sama dengan badan beasiswa American Field Service, AS menyelenggarakan pertukaran pelajar. Pada tahun 1974--1976 ia terpilih sebagai anggota Dewan Penyantun Board of Trustees AFS International, New York.

Ia juga membantu LSM Geram (Gerakan Antimadat, pimpinan Sofyan Ali). Dalam kampanye antinarkoba ia menulis puisi dan lirik lagu “Genderang Perang Melawan Narkoba” dan “Himne Anak Muda Keluar dari Neraka” dan digubah Ian Antono). Dalam kegiatan itu, bersama empat tokoh masyarakat lain, Taufiq mendapat penghargaan dari Presiden Megawati (2002).

Kini Taufiq menjadi anggota Badan Pertimbangan Bahasa, Pusat Bahasa dan konsultan Balai Pustaka, di samping aktif sebagai redaktur senior majalah Horison.

Anugerah yang diterima:

1. Anugerah Seni dari Pemerintah RI (1970)
2. Cultural Visit Award dari Pemerintah Australia (1977)
3.South East Asia (SEA) Write Award dari Kerajaan Thailand (1994)
4. Penulisan Karya Sastra dari Pusat Bahasa (1994)
5. Sastrawan Nusantara dari Negeri Johor,
Malaysia (1999)
6. Doctor honoris causa dari Universitas Negeri Yogyakarta (2003)

Taufiq Ismail menikah dengan Esiyati Yatim pada tahun 1971 dan dikaruniai seorang anak laki-laki, Bram Ismail. Bersama keluarga ia tinggal di Jalan Utan Kayu Raya 66-E, Jakarta 13120.

IBD ( ILMU BUDAYA DASAR ) - TULISAN UMUM

NAMA : HERRY ADITAMA
NPM : 19110273
KELAS : 1 KA 31

TUGAS UMUM


"Biografi Nur Sutan Iskandar"

Muhammad Nur atau yang lebih dikenal dengan nama Nur Sutan Iskandar lahir pada tanggal 3 November 1893 di Sungaibatang, Maninjau, Sumatera Barat. Adapun asal usul namanya menjadi Nur Sutan Iskandar bermula ketika ia menikahi Aminah. Oleh keluarga Aminah, ia diberi gelar Sutan Iskandar. Sejak itu, ia memakai gelar itu dipadukan dengan nama aslinya menjadi Nur Sutan Iskandar.
Dari perkawinannya dengan Aminah itu, Nur Sutan memperoleh lima anak:
1) Nursinah Supardo, lahir 5 Januari 1918, 2) Nursjiwan Iskandar, lahir 6 November 1921, 3) Nurma Zainal Abidin, lahir 24 Mei 1925, 4) Nurtinah Sudjarno lahir 7 Agustus 1928, dan 5) Nurbaity Iskandar, lahir 22 Maret 1933. Dua dari lima anaknya, yaitu Nursinah Supardo dan Nursjiwan Iskandar menuruni bakatnya, gemar dengan dunia karang mengarang.
Nur kecil menghabiskan masa kanak-kanaknya di tempat kelahirannya, Sungaibatang. Sungai Batang itu terletak di tepi Danau Maninjau. Keindahan kampungnya dan suasana kehidupan masyarakat di kampungnya itu, betul-betul diresapinya. Hal ini terlihat kemudian dari karya-karya yang dilahirkannya. Dallam Pengalaman Masa Kecil (1949), misalnya, Nur Sutan Iskandar dengan jelas bercerita tentang keindahan kampung halamannya dan suka duka masa kecilnya. Sementara itu, dalam Apa Dayaku karena Aku Perempuan (1923), Cinta yang Membawa Maut (1926), Salah Pilih (1928), dan Karena Menua (1932), ia banyak bercerita tentang kepincangan yang terjadi dalam masyarakatnya, khususnya yang berkaitan dengan adat istiadat.
Nur Sutan Iskandar menamatkan pendidikan sekolah rakyatnya pada tahun 1909. Setahun berikutnya, ia diangkat menjadi guru bantu di sekolah yang sama. Setelah itu, ia pindah ke kota Padang. Selanjutnya tahun 1919, ia meninggalkan kota Padang dan hijrah ke Jakarta. Di Jakarta, ia bekerja di Balai Pustaka mengoreksi naskah-naskah karangan yang masuk ke redaksi. Ia mendapat tugas itu dari Sutan Muhammad Zein, Pemimpin Balai Pustaka saat itu. Di Balai Pustaka itulah, ia banyak memperoleh pengalaman dan pengetahuan mengenai dunia karang mengarang dan juga mulai terasah bakatnya ke arah itu.
Ketika berkesempatan mengikuti Kongres Pemuda di Surabaya (1930-an), ia berkenalan dengan Dokter Sutomo, tokoh pendiri Budi Utomo. Oleh Dr. Sutomo, ia diajak berkeliling kota Surabaya. Hampir semua tempat di sana mereka kunjungi, tidak terkecuali tempat pelacuran. Bakat menulisnya yang sudah tumbuh, mulai memainkan peran. Pengalaman di tempat pelacuran itu, kemudian dituangkannya menjadi karangan yang diberi judul Neraka Dunia (1937).
Meskipun hanya berijazah sekolah dasar, Nur Sutan Iskandar dikenal sebagai orang yang haus akan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, sambil bekerja ia terus berusaha untuk menambah pengetahuannya, baik secara formal maupun nonformal. Pada tahun 1921, ia dinyatakan lulus dari Kleinambtenaar ‘pegawai kecil’ di Jakarta dan tahun 1924, ia juga mendapat ijazah dari Gemeentelijkburen Cursus ‘Kursus Pegawai Pamongpraja’ di Jakarta. Sementara itu, ia juga terus memperdalam kemampuan berbahasa Belandanya.
Berkat ketekunannya, ia diangkat sebagai Pemimpin Redaksi Balai Pustaka (1925—1942) dan Kepala Pengarang Balai Pustaka (1942—1945). Pada saat-saat itulah, kekereatifannya sebagai penulis sangat berkembang. Nur Sutan Iskandar termasuk penulis yang produktif. Tidak saja menulis karya asli, ia juga menulis karya saduran dan terjemahan. Hal itu dimungkinkan karena penguasaan bahasa asingnya cukup baik.
Tokoh Angkatan Balai Pustaka ini (seangkatan dengan Merari Siregar, Marah Rusli, dan Hamka) menghembuskan nafasnya yang terakhir di Jakarta, pada usia 82 tahun, tepatnya tanggal 28 November 1975.

Karya Nur Sutan Iskandar
Sebagai pengarang, Nur Sutan Iskandar tergolong produktif. Selama hidupnya, ia berhasil menulis puluhan buku, baik karya asli, saduran, maupun terjemahan. Berikut ini adalah daftar karya-karyanya yang sudah diterbitkan.
a) Karya Asli
(1) Apa Dayaku karena Aku Perempuan (Jakarta: Balai Pustaka, 1923)
(2) Cinta yang Membawa Maut (Jakarta: Balai Pustaka, 1926)
(3) Salah Pilih (Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
(4) Abu Nawas (Jakarta: Balai Pustaka, 1929)
(5) Karena Mentua (Jakarta: Balai Pustaka, 1932)
(6) Tuba Dibalas dengan Susu (Jakarta: Balai Pustaka, 1933)
(7) Dewi Rimba (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
(8) Hulubalang Raja (Jakarta: Balai Pustaka, 1934)
(9) Katak Hendak Jadi Lembu (Jakarta: Balai Pustaka, 1935)
(10) Neraka Dunia (Jakarta: Balai Pustaka, 1937)
(11) Cinta dan Kewajiban (Jakarta: Balai Pustaka, 1941)
(12) Jangir Bali (Jakarta: Balai Pustaka, 1942)
(13) Cinta Tanah Air (Jakarta: Balai Pustaka, 1944)
(14) Cobaan (Turun ke Desa) (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)
(15) Mutiara (Jakarta: Balai Pustaka, 1946)
(16) Pengalaman Masa Kecil (Jakarta: Balai Pustaka, 1949)
(17) Ujian Masa (Jakarta: JB Wolters, 1952, cetakan ulang)
(18) Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas II
(Jakarta: JB Wolters, 1952)
(19) Megah Cerah: Bacaan untuk Murid Sekolah Rakyat Kelas III (Jakarta: JB Wolters, 1952)
(20) Peribahasa (Karya bersama dengan K. Sutan Pamuncak dan Aman Datuk Majoindo. Jakarta: JB Wolters, 1946)
(21) Sesalanm Kawin (t.t.)

b) Karya Saduran
(1) Si Bakhil (Moliere. Jakarta: JB Wolters, 1926)
(2) Pelik-pelik Pendidikan I--IV (Jan Ligthrta. Jakarta: JB
Wolters, 1952).

c. Karya Terjemahan
(1) Tiga Orang Panglima Perang (Alexander Dumas: Balal Pustaka, 1922)
(2) Dua Puluh Tahun Kemudian (Alexander Dumas. Jakarta: Balai Pustaka, 1925)
(3) Graaf de Monte Cristo I--IV (Alexander Dumas. Jakarta: Balai Pustaka, 1925)
(4) Belut Kena Ranjau I--Il (Banonesse Orczy. Jakarta: JB Wolters, 1951)
(5) Anjing Setan (A. Conan Doyle. Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
(6) Anak Perawan di Jalan Sunyi (A. Conan Doyle. Jakarta: Balai Pustaka, 1928)
(7) Gudang Intan Nabi Sulaeman (H. Rider Haggard. Jakarta: Balai Pustaka, 1929)
(8) Kasih Beramuk dalam Hati (Beatrice Harraden. Jakarta: Balai Pustaka, 1931)
(9) Memperebutkan Pusaka Lama (Edouard Kijzer. Jakarta: Balai Pustaka 1932) V
(10) Iman dan Pengasihan I--IV (H. Sienkiewicz. Jakarta: Balai Pustaka, 1933)
(11) Permainan Kasti (F.H.A. Claesen. Jakarta: Balai Pustaka, 1940)
(12) Perjalanan Ahmad ke Eropa (N.K. Bieger. Jakarta: Balai Pustaka, 1940)
(13) Sayur-Sayuran Negeri Kita (J.J. Ochse. Jakarta: Balai Pustaka, 1942)
(14) Pablo (Lidow. Jakarta: Penerbit dan Balai Buku Indonesia, 1948)
(15) Asal Binatang (Giane Anguissola. Jakarta: t.p., 1948)
16) Si Buyung (S. Franke. Jakarta: t.p., 1949) V
17) Bersiap (C. Wilkeshuis. Jakarta: Noorhoffkolff, 1949)
(18) Pengajaran di Sweden (Jan Lighthart. Jakarta: JB Wolters,
(19) Sepanjang Garis Kehidupan (R. Kasimier. Jakarta: JB Wolters,1951)
(20) Medan Perdagangan (K. Gritter. Jakarta: JB Wolters, 1951)
(21) Edison Sripustaka (K. Gritter. Jakarta: Balai Pustaka, t.t.)
(22) Maw Volksalmanak (K. Gritter. Jakarta: Balai Pustaka, t.t.)

IBD ( ILMU BUDAYA DASAR ) - TULISAN UMUM

NAMA : HERRY ADITAMA
NPM : 19110273
KELAS : 1 KA 31

tugas umum

"JASAD SEORANG ANAK YANG HILANG"

Aku membuka pintu kamarku yang tadinya terkunci. Ku amati sekelilingnya sebentar, lalu aku membuang tasku dan menjatuhkan tubuhku yang masih mengenakan sepatu ke atas tempat tidur.

Aku masih mengingat kejadian semalam sebelum aku tidur. Antara mimpi dan kenyataan, memang. Sesosok pria berbadan tegap dan tinggi datang menghampiriku ketika aku belum dapat memejamkan mataku. Tak begitu terlihat jelas, karena malam itu aku sudah mematikan lampu kamarku.

Aku terperanjat, dari mana ia masuk? Siapakah sosok pria itu? Yang aku lihat hanya bayangan hitam yang gelap. Sampai saat ini, otakku masih penuh dengan tanda tanya tentangnya.

Sesaat aku melupakan peristiwa semalam. Aku baru sadar kalau aku sendirian di rumah. Dengan langkah sigap, aku memeriksa kamar Mama.

“Ma…? Mama…?” aku panggil mama beberapa kali. Tetapi sama sekali tak ada jawaban. Hanya suara hembusan angin yang ku dengar. Langkahku terhenti sejenak. Tak lama aku bergegas ke kamar Anton, kakakku. Tetapi tampaknya ia juga tak ada di kamarnya.

“Dasar bodoh! jelas aja dia nggak ada di kamarnya. Emang, hari ini hari libur? Kadang, hari libur pun, dia nggak betah di rumah.” aku berkata-kata sendirian. Berusaha menghibur diri sendiri.

Dengan langkah gontai, aku kembali menuju kamarku. Bete juga kalo sendirian. Nggak bisa ngapa-ngapain. Kalo lagi gini… enaknya ngapain, ya? Aku malah jadi ngelamun.

Aku menutup pintu kamarku. Di balik pintu, terlihat secarik kertas berisi tulisan tangan Mama.

Citra sayang,

Maaf Mama mendadak pergi tanpa memberi tahu kamu. Mama ke Sukabumi selama tiga hari. Ada bisnis dengan teman Mama. Ini Mama kasih uang saku untuk kamu. Jangan lupa beritahu Anton. Take care, ya!

-Mama-

Aku menghitung beberapa lembar uang puluhan ribu yang Mama lampirkan di surat itu. Uh! Sebel! Mama selalu begini. Pasti pergi mendadak kalau Mama sudah mengurusi hobi mengoleksi mutiara-mutiara itu.

Lagipula, kenapa sih Mama nggak taruh pesan itu diatas TV, di meja telepon atau di mana saja yang letaknya lebih strategis daripada di belakang pintu?

Tunit… tunit… tunit…

Deringan telepon yang letaknya tak jauh dari kamarku itu telah membuat aku tersentak. Dengan malas aku, aku berdiri meraih gagang telepon itu.

“Hallo?”

“Citra, ya? Cit, gue malem ini nggak bisa pulang,” suara kakakku terdengar di seberang sana.

“Emang kenapa, Ton?” tanyaku sambil memindahkan posisi gagang telepon.

“Gue nginep di rumah temen kantor, ada kerjaan lembur, Cit. Cuma sehari kok.“

“Sehari?”

“Iya. Bilangin sama Mama ya, Cit.” pinta Anton.

“Uuhh.…” aku langsung ngeluarin aksi ngambekku. “Citra sendirian nih! Mama pergi ke Sukabumi tiga hari.” ucapku sedikit memelas. Mudah-mudahan saja Anton mau membatalkan kata-katanya barusan.

“Bisnis mutiara lagi, ya ?”

“He-eh!” jawabku singkat dengan nada manja.

“Gue cuma sehari, kok. Besok malem gue pulang.”

“Nggak bisa! Elo harus pulang sekarang! Citra takut nih sendirian!”

“Takut ama apaan sih? Udah, pokoknya gue baru bisa pulang besok malem! Dah dulu ya, Cit. Take care,“ Anton menutup gagang teleponnya lebih dulu.

Take care! Take care! Mama sama Anton justru yang nggak care sama aku. Mau marah, marah sama siapa? Akhirnya, jadi marah sama diri sendiri. Hari ini nyebelin banget sih? Sendirian di rumah? Aku jadi inget sama film Natal ‘Home alone’. Emang stok lama sih, tapi masih aja bagus walau aku sudah nonton berkali-kali.

Daripada bengong, enaknya ngapain, ya? Duh, kenapa nggak kepikiran dari tadi sih? Ngajak Restu, teman kampus sekaligus tetanggaku nginep di rumah mungkin bisa bikin suntuk yang dari tadi terasa ini jadi hilang?

Bergegas aku mengganti baju kuliahku yang dari tadi pagi aku kenakan. Hanya dengan beralaskan sandal jepit, aku berlari menuju rumah Restu.

* * *

Malam ini, aku benar-benar sendiri. Restu tak bisa menemaniku karena Ibunya yang sudah tiga hari ini terkena demam tinggi. Pastinya, Restu akan lebih memilih menemani Ibunya ketimbang aku. Lalu, siapa lagi yang bisa menemaniku? Di kampus, aku memang tak punya banyak teman. Di saat-saat seperti inilah aku sering menyesali diriku karena tak punya banyak teman.

Untuk menghilangkan rasa takut, aku menghidupkan televisi dengan suara yang cukup keras. Tak peduli tetangga kebisingan atau tidak, yang penting aku bisa menghilangkan rasa takutku. Di tambah lagi dengan cemilan yang aku beli di toko makanan sebelah rumahku, menambah kenyamanan menontonku.

Sudah satu jam aku berada di depan televisi. Hati ini bukannya tenang, malah semakin berdetak kencang. Sepertinya, ada sesuatu yang mengganjal di pikiranku. Tetapi entah apa itu.

Brakk !!!

Pintu ruang tamu tiba-tiba terbuka sendiri. Tubuhku mulai bergidik. Aku merinding. Terlebih lagi tadi aku sempat menonton film horror ’The Ring’. Aku coba mengamati ke depan rumah. Aku sedang mencari-cari alasan, apa yang membuat pintu itu terbuka sendiri? Padahal tak ada angin sama sekali.

Aku mengamati sekeliling. Tak ada yang aneh di sekitarku. Aku sangat takut. Apa hal kemarin malam akan aku alami lagi? Oh, tidak! aku merasa ada seseorang lagi di sini selain aku. Siapakah itu? Aku semakin takut. Apa yang harus aku lakukan sekarang ?

“Citra…” suara itu sepertinya terdengar tepat di belakangku. Aku mencoba palingkan wajahku ke belakang pelan-pelan untuk melihat wujudnya.

“Apa kamu bisa melihatku?” tanyanya pelan. Suaranya hampir tak terdengar. Aku hanya mendengar desahan dari mulutnya. Sesosok tubuh tinggi tegap yang kemarin malam menghampiri tidurku terlihat menebar senyumnya padaku.

Astaga!! Aku benar-benar terkejut dengan keberadaannya. Rasanya aku ingin berteriak. Tetepi entah kenapa, bibirku ini sepertinya terkunci. Dan nyatanya, aku terdiam cukup lama setelah mengamati wujudnya yang sekarang tengah berdiri di depanku. Sekali lagi, wajah pucat pria yang putih bersih itu tersenyum sangat ramah padaku. Tetapi, tetap saja rasa takutku tak juga hilang.

“K… ka… mu… s… si… siap… pa?!” kataku terputus-putus.

“Kamu nggak usah takut, Citra. Aku nggak akan berbuat jahat sama kamu,”

“K… ka… kamu… m… mau apa?! D… dari… dari mana kamu t… tahu… namaku?” tanyaku masih dengan nada ketakutan. Aku mundur selangkah ke belakang. Karena ia mulai mendekati aku.

“Citra, jangan takut. Aku nggak akan nyakitin kamu. Percayalah.” ia sedikit memohon padaku.

Sementara aku tak tenang. Aku tidak bisa berkata apa-apa. Wajahku menjadi makin pucat. Sepucat dirinya. Lebih mengejutkan lagi, ia mengetahui namaku.

“Citra, tenangkanlah dirimu. Aku…”

“Siapa kamu…?! Tolong, jangan ganggu aku…” aku memotong kalimatnya. Aku tidak tahu lagi apa yang harus aku katakan. Aku juga tak tahu apa yang harus aku perbuat. Aku benar-benar takut. Saat ini aku hanya mengharapkan datangnya keajaiban dari Tuhan.

“Aku nggak bermaksud untuk mengganggu kamu, Citra. Aku hanya ingin minta tolong! Karena saat ini, hanya kamu yang mampu melihatku. Hanya kamu yang dapat menolongku,” jelasnya pelan. “Kalau kamu bisa tenang, aku akan jelasin semuanya,” ia melanjutkan kata-katanya. Aku mencoba menuruti perintahnya untuk tetap tenang.

* * *

Setengah jam kemudian, tepatnya jam 11 malam aku sudah mulai dapat mengontrol diriku. Ia mencoba memperkenalkan dirinya padaku. Menceritakan semua tentang dirinya dan kehidupannya padaku. Ternyata, ia memang bukan makhluk jahat seperti yang aku perkirakan. Ia hanya makhluk malang yang terbuang dan terlantar ke pinggiran kota.

Namanya Bagus. Entah kenapa harus aku yang ditakdirkan untuk bertemu dengan ruhnya. Ia mengatakan kalau ia sudah meninggal kemarin malam. Tepat ketika ia mendatangkan aku pertama kalinya ketika aku ingin pergi tidur. Ia mati karena di bunuh oleh seorang ‘lintah darat’ karena ia belum bisa melunasi hutang-hutang keluarganya pada ‘lintah darat’ itu. Memang hutangnya sudah bertahun-tahun belum dibayar. Dan hutang itu pun sudah berlipat ganda karena berbunga. Keluarga Bagus mencoba membayarnya dengan mencicil sedikit demi sedikit. Tetapi tetap saja mereka tidak bisa melunasi hutang-hutangnya. Karena keluarga Bagus sulit untuk mendapatkan uang. Bagus mengatakan bahwa dirinya memang dari keluarga yang kurang berada.

Yang lebih mengenaskan lagi, setelah dibunuh, mayat Bagus dibuang di sungai belakang rumahku dan ditinggalkan terlantar begitu saja.

“Aku nggak tahu harus minta tolong pada siapa lagi. Tak ada yang peduli padaku, Citra. Karena tak ada yang bisa melihatku. Aku saja sempat kaget ketika tadi kamu mengetahui keberadaanku,” jelas Bagus. Dengan wajah biru dan pucat, ia mulai meneteskan air matanya.

“Citra, tolong aku. Aku tidak mau melihat jasadku terlantar dan hanyut terbawa arus sungai,” Bagus melanjutkan kata-katanya.

Sementara aku hanya diam. Aku bingung, apa yang harus aku lakukan untuk membantunya? Aku tidak dapat melakukan hal ini sendirian.

“Aku… ikut simpatik atas apa yang telah menimpa kamu, Gus. Tetapi, apa yang bisa aku bantu?” aku mengernyitkan dahi dan meletakkan kedua tanganku di daguku.

“Aku hanya ingin orang yang membunuhku itu ditangkap.” terdengar ada perasaan dendam dibalik kalimat yang barusan Bagus katakan. “Aku takut ia juga mencelakakan keluargaku. Aku juga ingin jasadku ditemukan dan cepat-cepat di makamkan. Aku tak ingin jadi hantu penasaran,“ pinta Bagus padaku.

Aku jadi semakin bingung. Aku bukan Tuhan yang bisa mengangkat ruhnya begitu saja dan pergi ke dunia yang lain. Aku juga bukan detektif yang dengan mudah memecahkan segala macam kasus. Aku bukan juga polisi yang memiliki banyak ajudan dan mencari jasad yang hilang dengan sigap dan cepat. Aku ini hanya manusia biasa dan tidak punya pengalaman apa-apa tentang hal ini.

“Tapi… keluargamu kan, tinggal di Jakarta. Kalau dari Bogor sini… nggak ah! aku takut bepergian jauh sendirian untuk menemui keluarga kamu,”

“Aku nggak menyuruh kamu untuk pergi menemui mereka. Laporkan saja peristiwa pembunuhan ini pada polisi, itu akan lebih memudahkan kamu.” ujar Bagus memberikan saran.

“Nggak mungkin saat ini, Gus. Kita belum menemukan bukti! jasad kamu aja belum ditemukan. Kalau aku melapor polisi tanpa bukti, nanti malah aku yang dituduh mempermainkan polisi,” aku berdiri dan mondar-mandir di sekitar ruang tamuku.

“Kalau begitu, kita harus menemukan bukti lebih dulu. Besok, aku akan mencari tubuhmu yang hanyut di sungai itu. Kau akan temani aku, kan?” lanjutku dengan semangat. Aku lihat, Bagus tersenyum senang karena aku mau membantunya. Ia mencoba memegang kedua tanganku tanda mengucapkan terima kasih. Tetapi, tangannya sama sekali tak bisa menyentuh tubuhku.

* * *

Sudah dua hari aku dan Bagus mencoba mencari tubuhnya yang hilang. Aku menelusuri aliran sungai di belakang rumahku. Aku dan Bagus sudah berjalan cukup jauh. Kami sudah berjalan kira-kira 2 KM lebih. Aku juga menyandang tas ransel besar berisi bekal, kompas, senter, tali serta alat-alat untuk membantu dan mempermudah mencari jejak tubuh Bagus yang pastinya sudah mulai membusuk.

Kemarin, aku dan Bagus berhasil menemukan potongan baju yang terakhir kali dikenakan Bagus. Potongan baju itu tersangkut di ranting-ranting pohon yang jatuh di pinggir sungai.

“Gus, aku lelah.” kuseka keringat yang menetes di sekitar wajahku dengan sapu tangan. Kemudian aku duduk di bebatuan pinggir sungai.

“Kita istirahat aja dulu, kamu pasti capek banget setelah dua hari membantu mencari jasadku yang hilang,”

“Nggak apa-apa kok. Aku seneng bisa bantu kamu. Mmm… itung-itung lagi belajar jadi detektif,“ jawabku sambil tersenyum.

Sengatan matahari yang lumayan terik telah membuat tenggorokanku kering dan perutku semakin kosong. Untungnya, aku tidak lupa untuk membawa bekal sebelum aku berangkat ke sungai ini untuk mencari dan menemukan jasad Bagus.

Ketika aku sudah menyantap setengah dari makan siangku di pinggir sungai, seorang bapak setengah tua datang menghampiriku dan menyapaku ramah.

“Neng teh, lagi ngapain di sini sendirian? Neng lagi makan?”

Sendirian? Enggak kok. Aku kan, berdua sama Bagus. Ups!! Oh iya! Aku lupa kalau hanya aku yang dapat melihat Bagus.

“Iya, Pak.“ aku membalas pertanyaan dan mengembalikan senyuman ramahnya.

“Kok bawa tas besar segala? Sebenarnya, Neng lagi ngapain di sini? Sendirian, lagi. Tidak baik atuh perawan geulis kayak Eneng sendirian di pinggir sungai ini. Kata orang mah, pamali.“ tanya bapak itu sekali lagi padaku.

“Ng… saya… saya… lagi…”

“Cit, jangan bilang kamu sedang mencari jasadku. Aku yakin kamu bisa cari alasan lain,” ucap Bagus padaku.

“Lagi… mmm… penelitian, Pak.” aku melanjutkan kalimatku yang tadi terputus.

“Penelitian? Di pinggir sungai seperti ini?” bapak itu bertanya lagi. Kali ini, ada sedikit nada curiga pada kata-katanya.

“Mm… saya…” aku menggaruk kepalaku yang tidak gatal. Entah kalimat apa yang akan aku lanjutkan untuk menjelaskan pada bapak setengah tua itu. Aku hanya bisa memandang bergantian antara Bagus dan bapak ini yang kini berada di depanku.

“Saya… sedang mengamati… limbah sungai ini, Pak. Iya… benar, Pak. Limbah industri. Sekarang ini kan, sedang marak-maraknya tercemarnya air sungai karena limbah industri.” yup. Tepat sekali ucapanku. Akhirnya kalimat itu tersusun rapi dan terucap begitu saja.

“Oo… bilang atuh dari tadi. Penelitiannya buat bahan kuliah, ya?”

“I… iya, Pak.” aku mencoba menyembunyikan kebohonganku dengan senyum.

“Setahu bapak sih, di sungai ini tidak tercemar limbah industri. Soalnya, di Bogor sini, nggak ada pabrik. Harusnya, Neng ke Jakarta saja. Sungai Ciliwung, Neng. Di sana sudah tidak salah lagi. Sudah tidak bersih lagi airnya, bla…bla…bla…” bapak setengah tua itu terus berbicara tentang sungai Ciliwung.

Aku mulai bosan mendengarkannya. Tetapi aku tetap berusaha untuk tersenyum.

“Hati-hati, Neng. Bahaya sendirian di pinggir sungai ini. Arusnya cukup deras,”

Bapak setengah tua itu mengakhiri kalimatnya. Aku mengangguk kemudian tersenyum kembali. Tak lama, ia pun pergi meninggalkan aku dan Bagus.

“Huhh… hampir aja ketahuan.” ucapku sambil mengelus dada. Kemudian aku melihat Bagus yang sedang tertawa kecil di sebelahku.

“Apanya yang lucu? Bukannya nolongin, malah diketawain. Dasar hantu jahil!“ aku mengemasi makan siangku yang belum habis, dan memasukkan kembali ke dalam tas ranselku.

“Kok nggak diabisin sih makan siangnya?” tanya Bagus masih sambil cekikikan.

“Kenyang!!” jawabku jutek.

“Manis juga ya, kalo kamu lagi marah,” ledek Bagus. “Bener kan, tebakanku, kamu pasti bisa sedikit berbohong.” ucap Bagus mencoba menyanjungku.

“Kalo bukan karena kamu, aku pasti sudah beberi cerita ini pada seluruh warga! Emangnya kenapa sih, kita harus menyelidiki kasus ini secara diam-diam? Bukannya kalau warga sekitar sini tahu, kita akan lebih mudah mengungkapkan kasus ini? Mereka pasti mau membantu mencari jasadmu yang hilang, Gus.”

“Aku hanya nggak mau warga jadi geger karena ada penemuan mayatku,”

“Bagus… cepat atau lambat, pasti warga tetap geger setelah mereka tahu dan menemukan mayat kamu! kalau di desa ini telah terjadi pembunuhan!” agaknya aku sedikit stres dengan masalah ini. Bagus hanya menunduk lemah tanpa kata. Entah apa yang ia pikirkan saat ini.

* * *

“Cit… Citra… bangun, Cit! Di sungai seberang hutan sana, ditemukan mayat, Cit!” Mama mencoba mengoyang-goyangkan tubuhku.

“Apaan sih, Ma? Lho…? Mama udah pulang?” aku membuka mataku perlahan-lahan. Kata-kata Mama barusan, aku dengarkan dalam keadaan setengah sadar.

“Tadi, dalam perjalanan pulang, Mama melihat di sungai seberang hutan sana, sudah dipenuhi banyak warga dan polisi. Ada penemuan mayat, Cit!” Mama mencoba menjelaskannya padaku.

Mayat? mataku terbelalak mendengar kata-kata Mama.

“Mayat siapa, Ma?” tanyaku mencoba mengorek informasi dari Mama.

“Mama juga kurang tahu katanya, bukan warga sekitar sini. Makanya, Cit! kita lihat ke sana aja biar lebih jelas,” ajak Mama.

Tanpa mengganti baju tidurku, aku langsung berlari ke lokasi TKP penemuan mayat itu.

“Ma… di mana?” tanyaku tergesa-gesa sambil melangkah kakiku dengan cepat dan mencari tempat yang kami tuju.

“Di depan sana, Cit. Malah, kakakmu sudah lima belas menit yang lalu berada di sana,”

Di jalan menuju TKP, aku sangat resah. Apa benar itu jasad Bagus? Lalu di mana Bagus sekarang? Kenapa ia tak ada didekatku saat ini? Apa ia tahu bahwa jasadnya saat ini telah ditemukan ? bagaimana dengan keluarganya ? mereka pasti mencemaskan Bagus. Oh… pikiranku kacau! Semuanya jadi melayang tak tentu arah.

“Di sana, Cit!” Mama menunjuk ke arah di mana mayat itu ditemukan.

Di sana telah terlihat kerumunan orang mengelilingi jasad yang baru diangkat dari sungai itu. Seorang ibu muda yang menemukan jasad itu saat ia sedang mencuci pakaiannya di pinggir sungai. Ia melihat ada sesuatu yang bentuknya aneh mengambang di pinggir kali. Saat itu juga, ibu muda itu berteriak histeris memanggil warga sekitar, lalu menghubungi polisi.

Aku ingin cepat-cepat melihatnya dari dekat. Entah di mana Mama sekarang. Aku berpisah darinya. Aku mencari tempat yang tidak begitu sesak untuk menyusup di antara kerumunan warga yang ingin melihat langsung tubuh yang tidak bernyawa itu dari dekat. Aku ingin membuktikan, apakah tubuh itu milik Bagus ?

Aku menangis, menangis sejadi-jadinya ketika melihat tubuh lusuh dan terbujur kaku itu ternyata benar milik Bagus. Wajahnya, kini tak berbentuk wajah putih bersih milik Bagus. Pakaian yang melekat di tubuh itu pun sudah compang-camping, rusak di makan arus sungai yang deras. Air mataku makin tak kuat aku bendung lagi ketika aku melihat ruh Bagus berada di samping tubuh lusuhnya. Ia juga terlihat sedang menangis. Menangisi dirinya karena mati sia-sia. Tak lama, aku melihat Bagus tiba-tiba menghilang meninggalkan tubuhnya dan melayang entah kemana.

Aku mencoba mencarinya dan pergi dari kerumunan warga yang mengelilingi jasad itu.

“Bagus…? Kamu di mana…?Gus…? Aku tahu kamu pasti sedih sekali setelah kamu melihat…”

“Aku di sini, Citra. Di belakangmu.” ucap Bagus memotong kalimatku. Tanpa berpikir panjang, aku palingkan wajahku ke belakang. Ku lihat ruh tampan itu menangis tak berdaya.

Aku menarik nafas panjang. Aku berusaha dan mencoba untuk menenangkannya.

“Gus… tabah, ya. Bukankah ini yang kamu inginkan? melihat jasadmu ditemukan?” aku bertanya pada Bagus. Aku tak ingin menyinggung perasaannya. Aku hanya bisa mengamatinya. Ia juga tak bisa langsung menjawab pertanyaanku.

Ia masih saja menyeka butiran air mata yang belum berhenti menetes di pipinya. Aku melihat, keadaan Bagus saat ini sudah agak baikan setelah ia melihat tubuhnya dibungkus dan dimasukkan ke dalam mobil jenazah yang datang 10 menit yang lalu.

“Cit, aku… ingin mengucapkan terima kasih. Jasadku kini telah tertolong. Polisi kini sedang menyelidiki siapa orang yang membunuhku. Dan tubuhku akan diautopsi dan divisum terlebih dahulu sebelum tubuhku ini dikembalikan kepada keluargaku,”

“Apa… mereka sudah tahu tentang kematianmu?”

“Ya. Setelah polisi berhasil mencari tahu identitasku, mereka langsung menghubungi keluargaku di Jakarta. Cit, sekali lagi… aku ingin mengucapkan terima kasih,”

“Kamu nggak perlu berterima kasih padaku, Gus. Lagi pula, polisi dan warga-lah yang berjasa padamu, karena mereka yang menemukan dan mengurus jasadmu. Apa aku bilang, cepat atau lambat mereka akan menemukanmu,” aku tersenyum.

“Cit… aku harus pergi. Jasadku akan segera diberangkatkan. Aku harus selalu berada di samping jasadku sebelum dimakamkan,” wajah putih pucatnya kini berubah menjadi muram.

“Selamat tinggal, Gus.” aku melambaikan tanganku ketika sosoknya melayang mengikuti mobil jenazah itu. Dari jauh, Bagus masih terlihat tersenyum padaku.

“Bagus… aku senang bisa kenal sama kamu!” teriakku dari jauh.

“Cit…? Lagi ngomong sama siapa?” Mama menepuk pundakku dari belakang. Aku sedikit tersentak. Tetapi aku berusaha untuk tetap tenang.

“Iya, lo! Kayak orang nggak waras aja ngomong sendirian, duh… sempet nangis juga, Cit? terharu nih, ceritanya?” ucap Anton ikutan nimbrung.

“Enak aja! Citra tuh masih waras, tau!”

“Trus, ngapain ngomong sendiri?”

“Biarin!”

“Udah, udah. Ayo kita pulang. Mama jadi ngeri kalo ngeliat yang beginian,” Mama merangkul bahuku dan bahu Anton. Walau tanpa Papa, kami adalah keluarga sederhana yang bahagia.

Aku membayangkan betapa sakitnya keluarga yang Bagus tinggalkan mendengar ia telah tiada. Memang bagai teriris mendengar berita tentang kepergian salah seorang anggota keluarga yang kita sayangi. Aku juga merasakannya dulu waktu kepergian Papa. Semoga keluarga Bagus dapat menerima kepergiannya dengan Tabah. Dan semoga Bagus dapat diterima di sisi-Nya.

inspirasi DARI : novel (fakta)

IBD ( ILMU BUDAYA DASAR )

NAMA : HERRY ADITAMA
NPM : 19110273
KELAS : 1 KA 31


"Hubungan Manusia dan Kebudayaan"

Hubugan antara manusia dan kebudayaan secara sederhana adalah manusia sebagai perilaku kebudayaan dan kebudayaan merupakan obyek yang dilaksanakan manusia dari sisi lain hubungan antara manusia dan kebudayaan ini dapat dipandang setara dengan hubungan antara manusia dan masyarakat dinyatakan sebagai dialektis. Proses dialektis tercipta melalui tiga tahap :
1. Eksternalisasi : Proses dimana manusia mengekspresikan dirinya
2. Obyektivitas : Proses dimana masyarakat menjadi realitas obyektif
3. Internalisasi : Proses dimana masyarakat kembali dipelajari manusia
Manusia dan kebudayaan merupakan dua hal yang sangat erat terkait satu sama lain. Manusia memegang setiap aspek kehidupan manusia tidak dapat hidup tanpa manusia lain dan manusia juga mahkluk sosial. Dalam beberapa hal, manusia dibangun dengan unsur-unsur berikut :
1. Jasad
2. Hayat
3. Ruh
4. Nafs
Manusia juga dapat dikatakan sebagai satu kepribadian yang mengandung tiga unsur yaitu id, ego, superego. Pada hakekatnya manusia adalah mahkluk ciptaan tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh. Selain itu manusia merupakan ciptaan tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan mahluk lainnya, karena manusia memiliki suatu perasaan yang dapat mempengaruhi jiwa dan raga manusia secara keseluruhan, misalnya :
1. Perasaan intelektual
2. Perasaan estetis
3. Perasaan etis
4. Perasaan diri
5. Perasaan sosial
6. Dan perasaan religius
7.
Unsur atau bagian yang membangun manusia
Manusia terdiri dari 4 unsur :
1. Hayat : mengandung unsur hidup, yang ditandai dengan gerak.
2. Ruh : bimbingan dan pimpinan Tuhan, daya yang bekerja secara spiritual dan memahami kebenaran, suatu kemampuan mencipta yang bersifat konseptual yang menjadi pusat lahirnya kebudayaan.
3. Jasad : badan kasar manusia yang nampak pada luarnya, dapat diraba dan difoto dan menempati ruang dan waktu.
4. Nafs : diri atau kelakuan, yaitu kesadaran tentang diri sendiri.

Manusia Sebagai Satu Kepribadian Terdiri dari Tiga Unsur :
1. Id yang merupakan struktur kepribadian yang paling primitif dan paling tidak tampak.
2. Ego merupakan bagian atau struktur kepribadian yang pertama kali dibedakan dari Id, berperan menghubungkan energi Id ke dalam saluran sosial yang dapat dimengerti oleh orang lain.
3. Superego merupakan struktur kepribadian yang paling akhir, muncul kira-kira pada usia lima tahun.

Perasaan rohani adalah perasaan luhur yang hanya terdapat pada manusia misalnya :
1. Perasaan intelektual
2. Perasaan estetis
3. Perasaan etis
4. Perasaan diri
5. Perasaan sosial
6. Perasaan religious
Hakekat Manusia :
1. Makhluk ciptann Tuhan yang terdiri dari tubuh dan jiwa sebagai satu kesatuan yang utuh.
2. Makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika dibandingkan dengan makhluk lainnya.
3. Makhluk biokultural, yaitu makhluk hayati yang budayawi.
4. Makhluk ciptaan Tuhan yang terkait dengan lingkungan (ekologi), mempunyai kualitas dan martabat karena kemampuan bekerja dan berkarya.

Pengertian Kebudayan
Menurut E.B Taylor (1871) Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain serta kebiasaan yang didapat oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Menurut C.A Van Peursen, kebudayaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang, dan kehidupan setiap kelompok orang-orang berlainan dengan hewan-hwan, maka manusia tidak hidup begut saja ditengan alam, melainkan mengubah alam.
wujud kebudayaan :
1. Kompleks gagasan, konsep dan pikiran manusia : wujud ini disebut sistem budaya, sifatnya abstrak, tidak dapat dilihat dan berpusat pada kepala-kepala manusia yang menganutnya.
2. Kompleks aktivitas : berupa aktivitas manusia yang saling berinteraksi, bersifat kongkret, dapat diamati atau diobservasi.
3. Wujud sebagai benda : aktivitas manusia yang saling berinteraksi tidak lepas dari berbagai penggunaan peralatan sebagai hasil karya manusia untu mencapai tujuannya.

7 Unsur – unsur kebudayaan universal :
1. Sistem religi : produk manusia sebagai homo religius.
2. Sistem organisasi kemasyarakatan : produk dari mausia sebagai homo socius.
3. Sistem pengetahuan : produk manusia sebagai homo sapiens.
4. Sistem mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi : produk manusia sebagai homo economicus.
5. Sistem teknologi dan peralatan : produk manusia sebagai homo faber.
6. Bahasa : produk manusia sebagai homo loguens.
7. Kesinian : produk manusia sebagai aesticus.

Orientasi Nilai Budaya :
1. Hakekat hidup manusia : hakekat hidup untuk setiap kebudayaan berbeda secara eksterm
2. Hakekat karya manusia : setiap kebudayaan hakekatnya berbeda-beda untuk hidup kedudukan, gerak hidup untuk menambah karya
3. Hakekat waktu manusia : hakekat waktu untuk setiap kebudayaan berbeda, masa lalu atau mas kini
4. Hakekat alam manusia : ada kebudayaan yang menganggap manusia harus mengeksploitasi alam ada juga yang harus menyatu dengan alam
5. Hakekat hubugan manusia : mementingkan hubungan antar manusia baik vertikal maupun horizontal

Perubahan Kebudayaan
Perubahan kebudayaan dalam hal ini masyarakat dan kebudayaan dimanapun selalu dalam keadaan berubah secara dinamis. Terjadi gerakan/perubahaan kebudayaan dapat dipengaruhi beberapa sebab yaitu :
1. Sebab-sebab yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan sendiri.
2. Sebab-sebab perubahaan lingkungan alam dan fisik tempat tinggal meraka.
Proses akulturasi atau pencampuran suatu kebudayaan dapat berlangsung mudah, beberapa masalah yang menyangkut proses ini adalah :
1. Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang mudah diterima.
2. Unsur-unsur kebudayaan asing manakah yang sulit diterima.
3. Individu-individu manakah yang cepat menerima unsur-unsur yang baru.
4. Ketegangan-ketegangan apakah yang timbul sebagai akibat akulturasi tersebut.
Unsur-unsur yang dapat mempermudah proses akulturasi :
1. Unsur kebudayaan kebendaan yang dapat mempermudah dan bermanfaat bagi masyarakat yang menerimanya.
2. Unsur-unsur yang terbukti membawa mafaat besar.
3. Unsur-unsur yang dengan mudah disesuaikan dengan keadaan masayarakat yang menerimanya.
Unsur-unsur yang sulit untuk diakulturasi :
1. Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi, falsafah hidup, dan agama.
2. Unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisai.

Terjadinya gerakan perubahan kebudayaan disebabkan oleh :
1. Perubahan jumlah penduduk
2. Perubahan lingkungan hidup
Unsur-unsur yang sulit diterima adalah :
1. Unsur yang menyangkut sistem kepercayaan seperti ideologi.
2. Unsur yang dipelajari pada taraf pertama proses sosialisasi.

Unsur-unsur kebudayaan asing yang diterima adalah :
1. Unsur kebendaan
2. Unsur yang terbukti membawa manfaat besar
3. Unsur yang mudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat

Faktor yang Mempengaruhi Diterima atau Tidak Unsur Kebudayaan Baru
1. Terbatasnya masyarakat memiliki hubugan atau kontak
2. Pandangan hidup dan nilai-nilai yang dominan
3. Sebelumnya sudah ada unsur-unsur kebudayaan yang menjadi landasan
4. Dapat dengan mudah dibuktikan kegunaannya oleh warga masyarakat

tugas ibd ( tugas umum)

NAMA : HERRY ADITAMA
NPM : 19110273
KELAS : 1 KA 31


HUBUNGAN ILMU BUDAYA DASAR DENGAN KEHIDUPAN

Ilmu Budaya Dasar merupakan ilmu yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan sehari-hari. Karena ilmu ini sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, maka tidak ada pembelajaran khusus untuk Ilmu Budaya Dasar. Namun dibalik itu semua, banyak individu yang belum peka akan Ilmu Budaya Dasar sehingga penerapan dalam kehidupan masih sangat kurang. Padahal pada hakaketnya, penerapan IBD dalam kehidupan sehari-hari dapat membuat hubungan satu individu dengan masyarakat menjadi harmonis.

Pengertian IBD
Ilmu Budaya Dasar merupakan satu mata kuliah yang mempelajari tentang nilai-nilai kebudayaan yang ada di kehidupan sehari-hari. Mata kuliah ini diberikan kepada mahasiswa sebagai bekal mereka terjun ke masyarakat. Para mahasiswa diharapkan dapat mempunyai wawasan yang luas tentang kebudayaan, dapat menilai perilaku individu lain, dan dapat bertindak sesuai dengan norma-norma yang ada di masyarakat agar tercipta hubungan yang harmonis dan komunikasi yang lancar.
Ruang Lingkup IBD

1. Berbagai aspek kehidupan yang seluruhnya merupakan ungkapan masalah kemanusiaandan budaya yang dapat di dekati dengan pengetahuan budaya ( The Humanities )
2. Hakekat manusia yang satu atau universal, akan tetapi yang beraneka ragam perwujudannya dalam kebudayaan masing-masing jaman dan tempat.

Tujuan IBD

1. Memiliki kesadaran akan pola-pola nilai kehidupan serta bagaimana hubungan nilai-nilai ini dengan cara kehidupan sehari-hari.
2. Memiliki keberanian secara moral untuk mempertahankan nilai-nilai baik yang dirasanya dapat diterima dalam kehidupan sehari-hari dengan bertanggung jawab dan dengan tegas menolak nilai-nilai norma yang tidak baik.
3. Dengan kesadaran, kebijakan dan tanggungjawab memikirkan nilai-nilai yang dianut/diyakininya adalah nilai-nilai yang benar dan tidak bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat sekitarnya.
4. Mampu mendukung dan meningkatkan budaya yang ada menjadi lebih kreatif namun tetap menjunjung tinggi nilai aspek kebenaran, keindahan, kebebasan dalam berbagai bentuk serta menjaga harmonisasi hubungan antara manusia dan alam semesta.
5. Membentuk dan mengembangkan kepribadian dan pola pikir mahasiswa sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma kebudayaan yang berlaku di masyarakat.

Penerapan IBD dalam Kehidupan

Telah dibahas dalam pengertian IBD di atas, bahwa individu sering berinteraksi dengan individu lain ataupun dengan masyarakat. Disinilah Ilmu Budaya Dasar harus diterapkan. Penerapan ini dapat mempengaruhi bagaimana sikap dalam suatu kelompok masyarakat yang belum tentu sama keaadaannya. IBD disini dapat membantu kita untuk belajar menempatkan diri pada situasi apapun yang akan kita hadapi.

Faktor lain yang mendukung penerapan ilmu ini yaitu agama. Dalam agama terdapat norma-norma atau aturan-aturan bagaimana cara untuk berinteraksi dengan Tuhan dan sesama manusia agar tercipta hubungan yang harmonis dalam kehidupan.

Inti dari ilmu budaya dasar dalam kehidupan bermasyarakat, yaitu sejauh apa ilmu budaya dasar dapat mempengaruhi sikap dan tata cara kita dalam bermasyarakat. Bila kita sudah mempunyai dasar yang kuat, dapat diyakini bahwa kita akan dapat membawa diri dalam masyarakat.

Senin, 31 Januari 2011

AGAMA dan MASYARAKAT

PELEMBAGAAN AGAMA
Agama bersifat universal, permanent, dan mengatur dalam kehidupan.
Menurut Elizabeth K. Notinghan yaitu :
Masyarakat yang terbelakang dan nilai – nilai sacral.
Masyarakat indutri yang berkembang.
NU, semula tidak memiliki anggaran dasar setelah 1972 baru dirumuskan.
Dari lembaga keagamaan berkembang pola ibadah, pola ide – ide.

FUNGSI AGAMA
Menurut lembaga social, agama merupakan bentuk perilaku manusia yang
terlembaga.
Dalam masyarakat ada tiga aspek penting yaitu : Kebudayaan, system social dan
kepribadian.
Teori fungsional dalam melihat kebudayaan adalah wujud suatu kompleks dari
ide – ide, gagasan, nilai – nilai, norma – norma dan peraturan.
Funsi kepribadian dalam ini merupakan suatu dorongan kebutuhan yang
kompleks dan kecendrungan bertindak.
Aksioma teori fungsional agama adalah segala sesuatu yang tidak berfungsi
akan lenyap dengan sendirinya.
Masyarakat inustri bercirikan dinamika dan semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan.
Perkembangan iptek mempunyai konsekuensi penting bagi agama.
Sekulerisai cenderung mempersempit ruang gerak kepercayaan dan pengalaman
keagamaan.
Kebanyakan agama yang menerima nilai- nilai institusional baru adalah agama
– agama aliran

Selasa, 18 Januari 2011

AGAMA dan MASYARAKAT

AGAMA DAN MASYARAKAT MAJEMUK


* Peranan Dakwah Dalam Mengajarkan dan
Mengamalkan Ajaran Agama Ditengah
Masyarakat

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Pendahuluan

Di Ranah Minang di Sumatera Barat ini, peran dakwah menyadarkan masyarakat akan peran mereka dalam membentuk dan meningkatkan harkat diri mereka sendiri.

"Sesungguhnya Allah tidak akan merobah nasib satu kaum, hingga kaum itu sendiri yang berusaha merobah sikap mereka sendiri."

Kenyataan sosial penduduk mestilah dengan mengakui keberadaannya, menjunjung tinggi puncak-puncak kebudayaan mereka. Disamping menyadarkan masyarakat akan potensi besar yang dimiliki,untuk kemudian mendorong masyarakatnya kepada satu bentuk kehidupan yang bertanggung jawab. Sangat salah memberikan penilaian bahwa masyarakat bawah selalu tertinggal dibelakang, tidak mengenal perubahan, ketinggalan zaman sehingga tidak perlu diikut sertakan dalam segala kegiatan- kegiatan bersama, seakan masyarakat tersebut senantiasa mesti hidup dibawah kendali orang lain, harus disantuni dengan rasa belas kasihan, serta selalu tergantung kepada pihak lain.

Disinilah peran dakwah agama, agar masyarakat dapat digerakkan menyadari keberadaan mereka, sehingga penduduk siap menerima setiap perubahan yang memang perlu mereka peroleh. Dengan demikian, dakwah agama – ISLAM -- menjadikan masyarakat hidup bermartabat dengan nilai-nilai budaya mereka yang luhur, kemudian mengikat mereka dengan satu keyakinan agama yanghanif kuat dan dinamis.


* fungsi agama :

Fungsi pertama agama, ialah mendefinisikan siapakah saya dan siapakah Tuhan, serta bagaimanakah saya berhubung dengan Tuhan itu. Bagi Muslim, dimensi ini dinamakan sebagai hablun minaLlah dan ia merupakah skop manusia meneliti dan mengkaji kesahihan kepercayaannya dalam menghuraikan persoalan diri dan Tuhan yang saya sebutkan tadi. Perbincangan tentang fungsi pertama ini berkisar tentang Ketuhanan, Kenabian, Kesahihan Risalah dan sebagainya.


fungsi kedua bagi agama ialah mendefinisikan siapakah saya dalam konteks interpersonal iaitu bagaimanakah saya berhubung dengan manusia. Bagi pembaca Muslim, kategori ini saya rujukkan ia sebagai hablun minannaas.


* PELEMBAGAAN AGAMA
KEDUDUKAN ISLAM DALAM PERLEMBAGAAN MALAYSIA

Perlembagaan Persekutuan memperuntukkan bahawa Islam ialah ugama bagi Persekutuan, tetapi ugama-ugama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana bahagian Persekutuan. Perlu disebutkan bahawa belum ada terjemahan Perlembagaan yang sahih di Malaysia dan adakali perkataan "Islam is the religion of the Federation" yang terdapat dalam Perlembagaan di terjemahkan salah sebagai "Ugama Islam ialah ugama bagi Persekutuan". Apa yang dimaksudkan dan apa kesan peruntukan ini? Jika kita lihat kepada sejarah mengenai peruntukan ini kita dapati Suruhanjaya Reid yang diberi tugas mencadangkan Perlembagaan bagi Malaysia telah menolak cadangan memasukkan peruntukan mengenai "Islam sebagai agama Persekutuan" itu. Dalam Laporan mereka di perenggan 169 mereka berkata maksudnya –"Kami telah menimbangkan soal sama ada perlu diadakan kenyataan dalam Perlembagaan yang bermaksud Islam hendaklah menjadi ugama Negara. Telah dipersetujui oleh semua pihak bahawa jika mana-mana peruntukan seperti itu dimasukkan dalam Perlembagaan hendaklah dijelaskan bahawa ia tidak sekali-kali menjejas hak-hak sivil orang-orang bukan Islam. Dalam memorandum yang dikemukakan oleh Perikatan telah disebut agama Persekutuan hendaklah Islam. Peruntukan prinsip ini tidak akan mengenakan apa-apa hilang upaya keatas rakyat bukan Islam menganuti dan mengamalkan ugama mereka sendiri dan tidak membayangkan bahawa negara bukan negara sekular. Tidak terdapat apa-apa dalam draf Perlembagaan itu yang menyentuh penerusan keadaan dalam negeri-negeri mengenai periktirafan Islam atau yang menghalang pengiktirafan Islam dalam Persekutuan melalui perundangan atau cara-cara lain dalam apa-apa keadaan yang tidak memudharatkan hak-hak sivil individu bukan Islam. Majoriti kami berpendapat ada paling baik meninggalkan perkara itu atas dasar itu, memandang kepada kenyataan bahawa peguam bagi Raja-raja telah berkata kepada kami "Adalah pandangan yang telah dipertimbangkan oleh Duli-duli yang Maha Mulia bahawa tidak dikehendaki memasukkan perisytiharaan seperti yang dicadangkan bahawa ajaran agama Muslim atau ajaran agama Islam adalah agama yang ditetapkan bagi Persekutuan. Duli-duli yang Maha Mulia tidak menyokong perisytiharaan seperti itu dimasukkan dan ini adalah perkara arahan khusus dimana saya tidak banyak terlibat". Hakim Abdul Hamid berpendapat bahawa perisytiharan seperti itu perlu dimasukkan seperti yang dicadangkan oleh Perikatan. Dalam cadangan beliau Hakim Abdul Hamid dari Pakistan itu mengesyorkan oleh kerana cadangan yang dibuat oleh Perikatan itu adalah dibuat sebulat suara, ia harus diterima. Peruntukan seperti itu telah pun terdapat di negeri-negeri dan apa yang perlu ialah memindahkannya dari Perlembagaan negeri ke Perlembagaan Persekutuan.Soalan yang timbul apa sebabnya Perikatan dalam cadangannya mengatakan peruntukan tidak bermakna negara bukan negara sekular. Sayugia diingati bahawa cadangan itu dibuat oleh Perikatan iaitu gabungan antara parti UMNO dan parti bukan Melayu dan Islam yang bergabung dengan UMNO. Mungkin pada masa itu Allahyarham Tunku Abdul Rahman dan ahli-ahli UMNO berpendapat supaya tidak menjejaskan perpaduan antara parti-parti itu tidaklah perlu menyebutkan negara sebagai negara Islam. Dari segi maslahah adalah baiknya untuk perpaduan parti-parti itu hanya menyebutkan Islam sebagai ugama Persekutuan.Walaubagaimana pun tidak disebut dalam Perlembagaan bahawa negara adalah negara sekular (seperti disebutkan di India umpamanya) dan oleh kerana itu tidak ada halangan dihujjahkan kemudian bahawa oleh kerana Islam adalah agama Persekutuan, ini membolehkan ajaran Islam dimasukkan dan diterapkan dalam politik negara, apabila masanya sesuai.Oleh kerana perkataan "Islam" dan bukan "ugama Islam" yang digunakan di Perkara 3 bolehlah dihujjahkan bahawa apa yang dimaksudnya ialah Islam sebagai cara hidup mengikut Islam iaitu Islam sebagai Ad-Din. Apabila disebut "agama-agama lain boleh diamalkan dengan aman dan damai di mana-mana bahagian Persekutuan", orang-orang bukan Islam mendakwa bukan sahaja mereka diberi kebebasan mengamalkan kepercayaan dan upacara-upacara agama mereka akan tetapi cara hidup mereka. Mereka tidak mahu undang-undang Islam dikenakan kepada mereka dan lebih suka mengikut undang-undang lnggeris. Jika ini makna yang dikehendaki di beri kepada perkataan "ugama" oteh orang-orang yang bukan Islam, lebih-lebih lagilah orang-orang Islam berhak memberi makna yang luas kepada "Islam" sebagai agama Persekutuan.Perkara 11 Perlembagaan memperuntukan "Tiap-tiap orang adalah berhak menganuti dan mengamalkan ugamanya dan tertakluk kepada fasal (4) mengembangkan ugamanya." Dari peruntukan ini jelaslah orang-orang Islam berhak menganuti dan mengamalkan ugamanya, iaitu Islam sebagai cara hidup mereka. Fasal (4) menyebutkan undang-undang boleh dibuat untuk mengawal atau menyekat pengembangan apa-apa iktidad atau kepercayaan ugama antara orang-orang yang menganuti ugama Islam.Telah ada beberapa negeri yang telah mengadakan undang-undang untuk menyekat pengembangan ugama-ugama lain antara orang-orang Islam akan tetapi sayangnya ada beberapa negeri yang belum lagi mengadakan undang- undang itu termasuk Wilayah-wilayah Persekutuan.


* AGAMA,KONFLIK dan MASYARAKAT


Penjelasan yang bagaimanapun adanya tentang agama, tak akan pernah tuntas tanpa mengikutsertakan aspek-aspek sosiologisnya. Agama, yang menyangkut kepercayaan kepercayaan serta berbagai prakteknya, benar-benar merupakan masalah sosial dan pada saat ini senantiasa ditemukan dalam setiap masyarakat manusia. Karena itu segera lahir pertanyaan tentang bagaimana seharusnya dari sudut pandang sosiologis.

Dalam pandangan sosiologi, perhatian utama terhadap agama adalah pada fungsinya terhadap masyarakat. Istilah fungsi seperti kita ketahui, menunjuk kepada sumbangan yang diberikan agama, atau lembaga sosial yang lain, untuk mempertahankan (keutuhan) masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus. Dengan demikian perhatian kita adalah peranan yang telah ada dan yang masih dimainkan. Emile Durkheim sebagai sosiolog besar telah memberikan gambaran tentang fungsi agama dalam masyarakat. Dia berkesimpulan bahwa sarana-sarana keagamaan adalah lambang-lambang masyarakat, kesakralan bersumber pada kekuatan yang dinyatakan berlaku oleh masyarakat secara keseluruhan bagi setiap anggotanya, dan fungsinya adalah mempertahankan dan memperkuat rasa solidaritas dan kewajiban sosial.

Agama telah dicirikan sebagai pemersatu aspirasi manusia yang paling sublime; sebagai sejumlah besar moralitas, sumber tatanan masyarakat dan perdamaian batin individu; sebagai sesuatu yang memuliakan dan yang membuat manusia beradab. Sebenarnya lembaga keagamaan adalah menyangkut hal yang mengandung arti penting tertentu, menyangkut masalah aspek kehidupan manusia, yang dalam transendensinya, mencakup sesuatu yang mempunyai arti penting dan menonjol bagi manusia. Bahkan sejarah menunjukkan bahwa lembaga-lembaga keagamaan merupakan bentuk asosiasi manusia yang paling mungkin untuk terus bertahan.

Dalam kaitannya dengan lembaga sosial yang ada dalam masyarakat, hendaknya cara berpikir sosiologis dipusatkan pada lembaga-lembaga kecil dan besar, serta gabungan lembaga-lembaga yang merupakan sub-sub sistem dalam masyarakat. Para sosiolog cenderung untuk memperhatikan paling sedikit 4 kelompok lembaga-lembaga yang penting (yang dapat dijabarkan ke dalam kategori-kategori yang lebih kecil dan khusus), yakni:

1.

Lembaga-lembaga politik yang ruang lingkupnya adalah penerapan kekuasaan dan monopoli pada penggunaan kekuasaan secara sah.
2.

Lembaga-lembaga ekonomi yang mencakup produksi dan distribusi barang dan jasa.
3.

Lembaga-lembaga integrative-ekspresif, yang menurut Inkeles adalah (Alex inkeles 1965: 68).

4.

Lembaga-lembaga kekerabatan mencakup kaedah-kaedah yang mengatur hubungan seksual serta pengarahan terhadap golongan muda.

Walaupun tampaknya, suatu lembaga memusatkan perhatian terhadap suatu aspek kemasyarakatan tertentu, namun di dalam kenyataan lembaga-lembaga tersebut saling berkaitan secara fungsional. Setiap lembaga berpartisipasi dan memberikan kontribusi dengan cara-cara tertentu pada kehidupan masyarakat setempat (“community”).

Perbincangan tentang agama dan masyarakat memang tidak akan pernah selesai, seiring dengan perkembangan masyarakat itu sendiri. Baik secara teologis maupun sosiologis, agama dapat dipandang sebagai instrument untuk memahami dunia. Dalam konteks itu, hampir-hampir tak ada kesulitan bagi agama apapun untuk menerima premis tersebut. Secara teologis hal itu dikarenakan oleh watak omnipresent agama. Yaitu, agama, baik melalui simbol-simbol atau nilai-nilai yang dikandungnya “hadir dimana-mana”, ikut mempengaruhi, bahkan membentuk struktur sosial, budaya , ekonomi dan politik serta kebijakan publik. Dengan ciri ini, dipahami bahwa dimanapun suatu agama berada, ia diharapkan dapat memberi panduan nilai bagi seluruh diskursus kegiatan manusia, baik yang bersifat sosial-budaya, ekonomi maupun politik. Sementara itu, secara sosiologis tak jarang agama menjadi faktor penentu dalam proses transformasi dan modernisasi.

Kehadiran agama-agama didunia memang mampu memberikan warna-warni terhadap kehidupan dunia. Karena agama secara umum kehadirannya disertai “dua muka” (janus face). Pada satu sisi , secara inherent agama memiliki idensitas yang bersifat “exclusive”, “particularist”, dan “primordial”. Akan tetapi, pada waktu yang sama, agama juga kaya akan identitas yang bersifat “inclusive”, “universalist”, dan “transcending”. Atau dengan kata lain mempunyai energi konstruktif dan destruktif terhadap umat manusia. Yang dalam perjalanan sejarahnya mampu memberikan kedamaian hidup umat manusia, tetapi juga menimbulkan malapetaka bagi dunia akibat perang antar agama dan politisasi suatu agama tertentu oleh para penguasa yang dzolim. Sejarah mencatat “perang salib” atau “perang sabil” antara islam dengan Kristen selama empat abad lamanya dengan kemenangan silih berganti.

Pemeluk agama-agama di dunia meyakini bahwa fungsi utama agama yang dipeluknya itu adalah memandu kehidupan manusia agar memperoleh keselamatan di dunia dan keselamatan sesudah hari kematian. Mereka menyatakan bahwa agamanya menyatakan kasih sayang pada sesama manusia dan sesama makhluk Tuhan, alam tumbuh-tumbuhan, hewan, hingga benda mati. Sehingga dalam usahanya untuk membentuk kehidupan yang damai, banyak dari para ahli dan agamawan dari tiap-tiap agama melakukan dialog-dialog untuk memecahkan konflik keagamaan. Pada level dunia mulai muncul pandangan tentang universal religion yaitu suatu agama yang tidak membedakan dari mana asal teologis dan unsur transcendental suatu agama tetapi memandang tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kedamaian dan keberlangsungan hidup berdampingan.

Di Indonesia sendiri konflik agama baik yang bersifat murni maupun yang ditumpangi oleh aspek budaya, politik, ideologi dan kepentingan golongan banyak mewarnai perjalanan sejarah Indonesia. Bahkan diera reformasi dan paska reformasi, agama telah menunjukkan peran dan fungsinya yang nyata. Baik kekuatan yang konstuktif maupun kekuatan yang destruktif. Sesudah gerakan reformasi, suatu keyakinan ketuhanan atau keagamaan banyak dituduh telah menyebabkan konflik kekerasan dinegeri ini. Selama empat tahun belakangan, ribuan anak bangsa mati tanpa tahu untuk apa. Ribuan manusia terusir dari kampong halamannya, tempat mereka dilahirkan. Ribuan anak-anak lainnya pun menjadi piatu, kehilangan sanak keluarganya dan orang-orang yang dikasihi.

Pertanyaan tentang mengapa bangsa yang selama ini dikenal santun dan relegius, berubah beringas dan mudah melakukan tindak kekerasan pada sesama, jawabanya tidak pernah jelas dan beragam. Apakah hal ini karena faktor keagamaan, etnisitas, ekonomi dan politik atau faktor lain, masih menjadi bahan perdebatan panjang. Fungsi agama pun tetap diperdebatkan oleh para ilmuan, apakah agama sebagai pemicu konflik atau agama sebagai faktor integrasi sosial.